Tuesday, March 29, 2011

PERSIS DAN BOM “TEROR”


Cukup mengejutkan saat mendengar berita ada kiriman paket bom ke kantor PP Persis (25/03/11) dengan alamat Ketua Umum PP Persis K.H. Prof. Dr. Maman Abdurrahman. Mengejutkan karena agak mengherankan bila paket bom ini dikirim ke PP Persis. Padahal sebelumnya paket-paket bom itu ditujukan kepada orang-orang yang dianggap mengganggu Islam seperti JIL, Gorys Mere, Ahmad Dani, dan lainnya. Tapi kini yang menjadi sasaran justru kantor ormas Islam yang selama ini dikenal cukup “keras”.

Akan semakin mengherankan lagi bila melihat kembali kasus Bom Bali I dan II beberapa tahun ke belakang dan hubungannya dengan Persis. Pada kasus Bom Bali I, Persis dicurigai karena salah seorang tersangka pelakunya Imam Samudera yang akhirnya dihukum mati berasal dari keluarga besar Persis di Serang Banten. Ibunya adalah aktivis Persatuan Islam Istri (Persistri) dan adiknya yang aktivis Pemuda Persis adalah alumni Pesantren Persis. Saat Bom Bali II meletus, nama Persis kembali disangkut-pautkan karena salah seorang yang diduga pelakunya, yaitu Salik berasal dari keluarga aktivis Persis di Majalengka.

Gara-gara Persis dikait-kaitkan dengan terorisme itu, para petinggi Persis saat itu cukup kewalahan untuk memberikan penjelasan bahwa sekalipun mereka yang tertangkap ada kaitannya dengan Persis, namun Persis sama sekali tidak ada kaitan dengan pengeboman di manapun. Sekalipun memang tidak terbukti bahwa Persis memiliki keterkaitan dengan bom terror di manapun, watak dakwah Persis yang “tegas”, bahkan terkesan “keras”, tetap menjadi sorotan. Persis termasuk salah satu ormas yang masih dianggap fundamentalis dan radikal hingga sangat mungkin bila secara gerakan dekat dengan para “teroris”.

Stigma seperti ini bahkan masih ditemukan tahun-tahun belakangan ini, jauh setelah peristiwa Bom Bali I dan II. Misalnya, dalam laporan International Crisis Group (ICG) mengenai Peristiwa Ciketing Bekasi 2010 lalu, ditulis bahwa di antara kelompok Islamist (Islam radikal) antara lain: DDII, JAT, FUI, FPI, FAPB, GAMIS, GPI, Persis, Al-Islam, dan lainnya. Mengenai Persis dalam laporan setebal 20 halaman yang diberi judul “Indonesia: “Christianisation” and Intolerance” dituliskan: Persatuan Islam (PERSIS). A West Java-based organization dating back to the 1920s, its members are largely salafi, and while the organisation as a whole is completely respectable, a few of its members have flirted with terrorism. Imam Samudra, the Bali bomber, came from a PERSIS background. Sekalipun secara umum Persis dianggap respectable (baik), namun tetap saja dianggap berpotensi melahirkan “teroris”.

Kalau kesan terhadap Persis seperti demikian, semestinya agak sulit mencari pembenaran mengapa harus kantor PP Persis yang dikirimi bom. Bukankan Persis dianggap dekat dengan kolompok-kelompok yang dituduh teroris? Apalagi belakangan ini muncul berita di Al-Jazeera soal Dewan Revolusi Indonesia (DRI) yang melibatkan Ketua Umum PP Persis. DRI ini presidennya Habib Rizieq dan salah satu Dewan Fuqaha-nya Abu Bakar Ba’asyir. Sementara Ketum PP Persis ditulis sebagai Menteri Pendidikan. Artinya, di kalangan kelompok yang dianggap “radikal” Persis masih diakui sebagai satu haluan.

Oleh sebab itu, kalau sekarang justru Persis menjadi sasaran dan target pengeboman, berarti isunya beralih: Persis sasaran terorisme. Tapi, kalau justru yang menjadi target adalah Persis yang justru dipertanyakan adalah masalah pengeboman-pengeboman yang terjadi selama ini. Sungguhkah ini dilakukan oleh kelompok-kelompok Islam yang dianggap garis keras? Analisis pengamat terorisme seperti Dino Cresbon yang buru-buru menuduh kelompok Abdullah Sunata yang membuat dan mengirimkan paket-paket bom selama ini menjadi penuh kejanggalan.
Sekalipun dari penjara Abdullah Sunata sudah membantahnya dan menolak kalau ia dikatakan punya pengikut, namun opini media luar biasa kencangnya. Dalam berbagai wawancara televisi selalu disebut-sebut kelompok-kelompok yang selama ini dituduh teroris sebagai pelaku pengiriman bom-bom buku yang sempat meledak satu di markas JIL. Mantan ketua BIN Hendropriyono berkali-kali menegaskan bahwa pelakunya adalah pemain lama. Tentu saja yang dimaksudnya adalah senada dengan tuduhan Dino Cresbon.

Tuduhan-tuduhan itu sampai saat ini belum bisa dibuktikan secara pasti. Tidak ada data yang mengarah ke sana sampai-sampai pengacara Abdullah Sunata, Ahmad Michdan menyebut Dino sebagai pengamat gossip karena berbicara tanpa fakta. Satu-satunya yang paling mudah mengaitkan kasus pengiriman bom ini adalah dengan melihat motifnya. Ulil, Gorys Mere, Yapto, Ahmad Dhani bisa disebut sebagai musuh mereka yang dituduh teroris itu. Orang-orang ini dianggap musuh Islam hingga harus disingkirkan. Di luar teori motif ini tidak ada yang bisa dibuktikan lagi. Apalagi sampai hari ini intelijen dan polisi seolah tidak punya kuasa untuk mengungkap siapa di balik semua ini.

Bila teori motif ini yang dipegang justru berbagai kejangggalan segera muncul. Pertama, selama ini isu terorisme selalu dikaitkan dengan global war (perang global) melawan Amerika dan antek-anteknya. Bom yang meledak sejak tahun 2001 di Bali, Jakarta, dan lainnya di tempat-tempat yang mudah dihubungkan dengan Amerika dan antek-anteknya. Sasarannya selalu kabur karena memang bukan individu yang dituju. Cukup mengherankan bila kemudian tiba-tiba bom-bom itu ditujukan langsung kepada individu-individu seperti Ulil dll. Sekalipun mereka bisa dikaitkan dengan Amerika, tapi kenapa hanya segelintir orang saja yang disasar? Bukankah ada yang lebih langsung menjadi kaki tangan Amerika di Indonesia?.

Kedua, keanehan modus ini semakin menjadi-jadi ketika pada hari-hari berikutnya muncul paket-paket serupa di beberapa tempat dengan target yang tidak jelas. Dan yang paling mengherankan adalah kiriman Jumat (25/03/11) kemarin ke kantor PP Persis dengan target ketua Umum PP Persis. Sungguh amat sulit mengaitkan motif terorisme yang selama ini dikenal luas dan dipegang sebagai teori baku para analis terorisme. Secara ideologis, sangat sulit mengaitkan Persis dengan kepentingan Amerika. Bahkan selama ini Persis dikenal sangat konsisten meng-counter liberalisasi pemikiran Islam yang impor dari Barat. Persis sangat mendukung fatwa MUI tentang Sekularisme, Pluralisme, dan Liberalisme. Jadi, sulit sekali menghubungkan Persis dengan global war melawan Amerika.

Lantas untuk apa mengirim paket teror bom ke kantor PP Persis? Pihak PP Persis sendiri merasa heran. Tidak ada masalah dengan siapa pun, tiba-tiba ada kiriman bom. Kalau selama ini Persis di mana-mana mengkampanyekan pembubaran Ahamadiyah, mestinya bukan hanya Persis yang dikirimi bom. Itupun kalau isunya karena masalah Ahmadiyah, pengirimnya pasti bukan kelompok yang selama ini dituding teroris. Sebab, mereka pun sama sependirian dengan Persis. Bahkan, Persis dianggap dekat dengan mereka secara ideologis.

Jangan-jangan benar analisis yang berkembang selama ini benar bahwa isu-isu bom yang terjadi belakangan ini hanyalah usaha untuk mengalihkan isu dalam negeri yang menyeret para petinggi di negeri ini. Objek dari pengeboman sengaja diubah untuk menciptakan skenario dan cerita baru kasus terorisme di negeri ini. Pasalnya, skenario lama sudah terlampau jenuh dan sudah bisa diduga endingnya. Benarkan dugaan ini? Selama pihak yang berwenang belum bisa membuktikan secara jelas tanpa ada yang ditutup-tutupi, analisis seperti ini bukan sesuatu yang tidak musykil kebenarannya. Kita tunggu saja bagaimana polisi menangani kasus ini.


Penulis adalah Ketua Umum PP Pemuda Persatuan Islam.